Pendapatan Asli Daerah Turun, Ini Penjelasan Bupati Kebumen

Bupati Kebumen Arif Sugiyanto menyampaikan sambutan saat rapat koordinasi dengan para mantan kepala desa di Rumah Makan Yunani, Sruweng, Kebumen

KEBUMEN, Beritakebumen.com – Bupati Kebumen Arif Sugiyanto menjelaskan mengapa pendapatan asli daerah (PAD) mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Ia menyebut penurunan itu disebabkan karena beberapa hal.

Bupati Arif menuturkan, salah satu penyebabnya adalah, pihaknya tidak mau menaikan biaya pajak bumi dan bangunan (PBB) yang bisa membenani masyarakat. Dimana pada tahun-tahun sebelumnya, disebut kenaikan PAD kerena pemerintah berani menaikan PBB di masyarakat.

Bacaan Lainnya

“Jadi selama ini untuk menaikan PAD itu yang digenjot adalah kenaikan PBB. Jika itu terus dilakukan, maka beban rakyat akan semakin berat. Kita tahu selepas pandemi covid-19, pertumbuhan ekonomi masih berjalan cukup pelan, dan tidak elok rasanya kalau saya harus menaikan PBB,” ujar Bupati dalam kegiatan peningkatan kapasitas RT/RW se-Kecamatan Kebumen di Desa Sumberadi, Senin (3/9/2024).
Selain menaikan PBB, kenaikan PAD kata Bupati, saat itu disebabkan karena adanya kenaikan sewa kios pasar. Di era pemerintahannya, hal itu tidak dilakukan. Mengingat pasca Covid-19, perekonomian di pasar belum sepenuhnya setabil.

“Kalau saya paksaan pedagang akan menjerit. Coba bayangkan di pasar-pasar banyak pedagang yang mengeluhan sepi, khusus para pedagang pakaian dan mainan. Itu kalau sampai dinaikan sewa kiosnya, ya menjerit. Pemerintah tidak akan tega melakukan itu,” terangnya.

Penurunan lain disebabkan, karena pihaknya banyak membebaskan rertribusi. Seperti halnya retribusi nelayan atas hasil tangkapannya. Khususnya bagi para nelayan dengan penghasilan 0 sampai Rp 1 juta. Hal ini sesuai dengan adanya UU Ciptakerja, dimana peraturan di bawahnya seperti Perda harus bisa menyesuaikan, tidak bertentangan dengan UU di atasnya.

Dalam Perda tentang Retribusi Daerah, tutur Bupati, sekarang juga tidak boleh ada presentase.

enurutnya itu berbeda dengan Perda yang dulu dimana berapa pun hasil tangkapan yang didapat para nelayan, harus dikenakan retribusi minimal 0,19 persen untuk pendapatan daerah.

“Misalkan ada yang dapat Rp200 ribu, Rp500 ribu, Rp700 ribu, Rp1 juta, itu dulu tetap kenakan retribusi, kalau sekarang sudah nggak bisa dipukul rata,” ujarnya.

Menaikkan PAD
Berdasarkan hasil musyawarah Pemerintah Daerah dengan DPRD, Bupati meminta agar para nelayan yang pendapatannya 0 sampai Rp500 ribu tidak dikenakam tarif retribusi. Kemudian dari Rp500 ribu sampai Rp 1 juta, itu ada retribusi sebesar Rp30 ribu. Lalu dari Rp 1 juta ke atas kelipatannya hanya Rp2.500.
“Kemarin masyarakat ada yang menyampaikan keberatan dari Rp500 ribu sampai Rp1 juta dikenakan tarif retribusi Rp30 ribu, kalau Rp1 juta ke atas tidak keberatan. Dengan adanya masukan tersebut, saya Bupati memutuskan untuk meniadakan retribusi,” terangnya.

Hal-hal seperti itu, kata Bupati menjadi pertimbangan matang bagi pemerintah agar tidak menaikan PBB, dan retribusi demi bisa meningkatkan PAD.

Selain itu, di tahun 2024, Bupati menyebut ada pelayanan yang tidak boleh dipungut lagi. Padahal potensi pendapatannya cukup besar, di antaranya retribusi pengendalian menara, dan retribusi KIR. “Meski tidak ada tarikan, tapi kita tetap memberikan pelayanan terbaik,” ucapnya.

Kemudian upaya Pemkab untuk menaikan PAD, salah satunya menjalin kerjasama dengan pihak swasta untuk mengelola pariwisata milik Pemerintah Daerah. Sepertihalnya wisata Pandan Kuning, Petanahan, Pemandian Air Hangat, Krakal, Pantai Suwuk, dan Goa Jatijajar.

“Pendapatan obyek wisata yang setiap tahun biasanya hanya Rp400 juta, sekarang sudah Rp 1,6 Miliar. Ini karena kita kerjasamakan pengelolaannya dengan pihak sewasta. Jadi bisa meningkat berkali-kali lipat,” tandasnya.

Berdasarkan data resmi dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah Kabupaten Kebumen disebutkan perolehan PAD dari
Tahun 2020 sebesar Rp 403,805,016,754
Tahun 2021 sebesar Rp 472,048,471,849
Tahun 2022 sebesar Rp 512,504.293.327
Tahun 2023 sebesar Rp 463,737,904,990
Tahun 2024 sebesar Rp 467.192.970,000

Dari data tersebut terlihat, PAD pada 2021 sebesar Rp472 miliar, kemudian pada APBD murni 2024 PAD-nya masih Rp448 miliar.

Bupati Arif menjelaskan, wajar saja PAD 2021 mengalami kenaikan karena untuk tahun 2021 dan 2022 ada pendapatan BLUD, berupa claim Covid BPJS Kesehatan, yang pendapatannya hanya bisa digunakan di lingkup BLUD tidak untuk yang lain. Sehingga wajar saat itu naik.

“Nah sekarang sudah tidak ada Covid. Kita optimistis PAD pada 2024 akan terus naik melampaui target. Lebih tinggi dari perolehan PAD dari tahun sebelum-sebelumnya,” tandas Bupati.

Berita terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *